Wednesday, March 28, 2012

Sorry, it's only my honest opinion


Hari ini saya satu angkot dengan nenek. Saya ingat betul nenek ini yang kemarin juga satu angkot dengan saya, di angkot yang sama S15A jurusan Ragunan-TMII dan juga di jam yang sama sekitar jam setengah sembilan. Namun, hari ini nenek itu duduk di tempat yang berbeda. Kalau kemarin nenek duduk di belakang supir, hari ini beliau duduk di pojok belakang.

Saya memang punya kebiasaan menggunakan earphone sambil mendengarkan music dari ipod, tapi terkadang itu hanya jadi kamuflase saya. Ya, mungkin orang-orang mengira saya tak peduli dengan sekitar kalau sedang menyumbat telinga dengan earphone tersebut. Tapi sebenarnya, saya terkadang suka mengecilkan volume atau malah mematikannya dan menguping percakapan yang ada di sekitar.

Nah dengan trik seperti itu, saya pun kemarin sebenarnya mendengar percakapan si nenek itu dengan penumpang lain, ibu-ibu, yang ada di sebelahnya. Saya mendengar si nenek itu bertanya, " Turun dimana?" Dan penumpang itu menjawab, "Pasar." Kemudian, percakapan pun tak berlanjut. Tak lama, naik lagi penumpang. Kali ini perempuan muda yang mungkin hendak kerja, dan si nenek itu pun bertanya lagi, "Turun mana, dek?" Lalu si perempuan itu pun menjawab, " Depan, bu." Dan si perempuan itu pun turun. Setelah itu, saya pun tak tahu apa yang terjadi karena saya juga harus turun dari angkot itu untuk naik kereta dan bekerja.

Hari ini lagi-lagi secara tak sengaja, saya satu angkot lagi dengan nenek itu. Seperti saya bilang tadi, nenek itu duduk di ujung belakang dan kali ini di sebelahnya sudah ada penumpang lain seorang wanita muda. Kayanya mereka sudah mengobrol dari tadi. Terlihat si wanita muda ini dengan seksama mendengarkan si nenek bercerita. Karena suara terdengar pelan, padahal saya sudah mematikan ipod tetap saja tak terdengar percakapan mereka. Namun saya dengar wanita muda itu berkata sambil tersenyum, " Iya, nek. Nanti kalo sudah dekat saya bilangin." Percakapan pun terhenti dan si wanita muda kembali menggunakan earphone.

Sampai Pasar Minggu sekitar Ramayana, si nenek itu bertanya kepada wanita muda, " Ini dimana ya?"
Jawabnya, "Pasar Minggu, nek."
"Maaf, kalau nenek banyak tanya," balas nenek itu.
"Iya, tak apa, nek," jawab wanita muda itu lagi.
Kemudian si wanita muda itu bertanya, "Di Pekayon nanti ada yang jemput?"
Jawab si nenek, "Ga ada, tapi ada teman saya di situ."
Diam sejenak, kemudian wanita muda itu bertanya lagi, "Emang nenek Jogjanya dimana ya?"
Lalu si nenek itu pun menjelaskannya, kebetulan saya tak begitu dengar perbincangan itu. 

Si wanita muda itu bertanya, "Nenek tak berniat balik ke Jogja?" Si nenek menjawab, " Mau, tapi tak ada ongkos buat balik." Balik bertanya, " Ongkosnya berapa, nek?" Si nenek menjawab, tapi saya dengar pasti berapanya. Si wanita muda pun berkata, "Setau saya, untuk lansia ada diskon 50 persen." Lalu si wanita muda itu pun mengeluarkan uang 50 ribu dari dompetnya dan berkata, "Nek, ini saya kasih uang. Nenek ke stasiun Pasar Minggu, terus ke stasiun Jatinegara dan beli tiket ke Jogja. Balik ke kampung." Si nenek itu sempat menolak, namun wanita muda itu tersenyum dan berkata, "Tak apa, ambil aja, Nek. Saya ikhlas." Setelah itu, saya tak tahu apa yang terjadi karena saya harus turun dari angkot dan naik kereta lalu bekerja.

Entah kenapa setelah melihat kejadian itu yang ada dalam pikiran saya, si nenek itu hanya melakukan trik supaya dikasihani orang. Mungkin menurut kalian, saya ini jahat banget sih bisa berpikir seperti itu. Tapi saya punya alasan kenapa berpikiran jahat seperti itu. Hidup di Jakarta itu sulit, harus punya trik untuk hidup di sini. Buat saya pribadi, apa mungkin nenek itu akan mengikuti saran si wanita muda itu? Semoga saja sih benar, jadi kebaikan yang dilakukan si wanita muda itu tidak sia-sia dan si nenek itu pun tidak berdosa juga. Hhhmmm.. Kalau saya besok satu angkot lagi dengan nenek itu dan ternyata nenek itu melakukan hal yang sama seperti itu juga, mungkin pikiran jahat saya ini bisa dimaklumin. Mari saya lihat besok. :)

No comments: